Rezeki tidak akan tertukar.
Begitulah ujar lama yang mengajarkan akan arti kesabaran. Masing-masing sudah ada takaran rezeki masing-masing. Tapi tetap, takaran rezeki itu juga bergantung pada bagaimana hasil sebuah usaha.
Itulah yang dirasakan oleh Stefano Lilipaly sekarang. Kerja kerasnya di musim ini akhirnya membuahkan hasil.
Gelandang serang milik Borneo FC ini akhirnya dipanggil kembali untuk membela lambang Garuda di dada pada FIFA Matchday melawan Burundi pada akhir Maret 2023 nanti.
Saat pelatih Shin Tae-yong mengumumkan daftar nama pemain yang akan membela Timnas, muncul kegaduhan.

Ada yang mengkritik nama-nama yang seharusnya tidak dipanggil karena minim kontribusi dan lain halnya. Ada yang mendukung. Ada juga yang duduk menonton kegaduhan yang terjadi.
Stefano Lilipaly pun rupanya gatal ingin berkomentar. Dia pun mengunggah sebuah postingan di akun media sosialnya:
Lucu.
Ya. Cuma begitu saja. Singkat padat jelas. Entah Fano ingin mengkritik keputusan STY atau Fano kesal karena tidak dipanggil lagi. Yang pasti, ada satu pesan yang dapat jelas tertangkap: masih banyak pilihan. Kenapa yang dipanggil malah yang kurang fit? Kurang lebih seperti itu.
Ternyata Fano benar. Egy Maulana Vikri yang kini membela Dewa United, harus dicoret karena masih dibekap cedera. Bahkan jauh sebelumnya, arsitek Dewa United, Jan Olde Riekerink sudah wanti-wanti agar jangan dulu memanggil Egy ke Timnas.
Dan yang dipanggil untuk menggantikan Egy adalah Fano. Kemampuan Fano memang dibutuhkan Timnas. Garuda butuh sosok yang dapat memecah kebuntuan dan membongkar pertahanan lawan. Fano punya kemampuan itu.
Dan jika nanti Fano diturunkan melawan Burundi, maka akan menjadi penampilan Fano yang pertama setelah terakhir kali berseragam Timnas pada laga melawan Yordania dalam babak kualifikasi Grup A Piala Asia 2023 di Kuwait.
Dalam laga yang berlangsung pada 11 Juni 2022 itu, Timnas kalah 0-1. Dan Fano turun dari bangku cadangan pada menit ke-62 menggantikan Dimas Drajad.
Sejak menjalani debut pada 14 Agustus 2013 melawan Filipina, Fano telah mengoleksi 27 caps dan 3 gol.
Namun, penampilan Fano yang paling diingat justru bukan saat membela Timnas. Melainkan saat membela Timnas U-23 melawan Uni Emirat Arab dalam babak 16 besar Asian Games 2018.
Indonesia yang saat sebagai tuan rumah dan masih dibawah arahan pelatih Luis Milla, menargetkan lolos ke semifinal. Tergabung dalam Grup A bersama Chinese Taipei, Palestina, Laos, dan Hong Kong.
Timnas U-23 yang berisikan kombinasi pemain muda dan senior berhasil lolos ke babak 16 besar setelah berhasil menjadi juara Grup.
Pada fase grup kombinasi Fano dengan Beto Goncalves menjadi kombinasi yang mematikan dengan masing-masing mencetak 3 gol dalam fase grup.
Bertemu dengan Uni Emirat Arab U-23 yang keluar sebagai peringkat ketiga terbaik Grup C, Timnas U-23 lebih dijagokan. Selain faktor tuan rumah, Uni Emirat Arab U-23 hanya menang sekali di fase grup.
Bermain di hadapan ribuan pendukung yang memadati Stadion Wibawa Mukti di Cikarang pada 24 Agustus 2018, Timnas U-23 berhasil memegang tempo permainan pada awal babak pertama.
Peluang datang di menit ke-4 saat Beto Goncalves gagal memanfaatkan tendangan Febri Hariyadi.
Sementara Uni Emirat Arab lebih mengandalkan serangan balik cepat. Sayangnya laga yang seru dirusak oleh kepemimpinan wasit asal Australia, Shaun Evans.
Dua kali wasit ini memberi hadiah penalti yang kontroversial bagi Uni Emirat Arab. Pertama pada menit ke-19 saat Andy Setyo menjatuhkan pemain Uni Emirat Arab di kotak terlarang.
Dan yang penalti kedua diberikan pada menit ke-64. Kali ini Hansamu Yama yang dianggap melakukan pelanggaran. Kedua penalti berhasil dieksekusi dengan baik oleh pemain Uni Emirat Arab.
Padahal sebelum penalti yang kedua, Timnas U-23 berhasil menyamakan kedudukan di menit ke-50 melalui Beto Goncalves dan sedang berupaya membalikan kedudukan.
Dan saat pertandingan akan berakhir, Uni Emirat Arab mencoba membuang-buang waktu. Banyak pemain yang jatuh terkapar demi merusak ritme.
Namun ada pemain yang tetap tenang di saat waktu tinggal sedikit: Stefano Lilipaly.
Menerima umpan silang Saddil Ramdani, tanpa ampun Fano mencocor bola dan menjebol gawang Uni Emirat Arab di menit ke-94. Stadion bergemuruh bagaikan suara bising pesawat jumbo jet.
Komentator di televisi pun ikut meluapkan kegembiraannya. Termasuk jutaan pasang mata yang menyaksikan langsung dari layar kaca. Timnas U-23 berhasil menyamakan kedudukan 2-2.
Sayangnya, Timnas U-23 harus tersingkir lewat adu penalti. Fano sendiri sukses menjalankan tugasnya.
Meski gagal, tapi kenangan gol penyama kedudukan di Cikarang akan selalu membekas. Nyaris sama seperti saat semifinal Piala AFF 2016 dimana Timnas jumpa dengan Vietnam.
Fano berhasil memaksa pemain Vietnam melakukan pelanggaran yang berbuah penalti untuk Timnas.
Indonesia butuh pemain dengan mental baja seperti Fano. Dan semoga saat dia diturunkan nanti, dia bisa menjawab bahwa kritikannya itu benar.