Media harus baik, maka Timnas Indonesia bisa baik.
Apa iya?
Kutipan paling tersohor dari Edy Rahmayadi, mantan Ketua Umum PSSI selama 2016 hingga 2019 tersebut kini malah dijadikan tameng untuk balik memukul upaya beberapa media yang coba menyajikan fakta.
Memang, ucapan Edy Rahmayadi bukan tepat “media baik, maka Timnas baik” tetapi “Wartawan harus baik. Jadi kalau wartawan baik, Timnas baik”.
Ucapan tersebut keluar dari mulut Edy Rahmayadi saat Timnas Indonesia secara mengenaskan tampil buruk di Piala AFF 2018.
Masalah kontrak Luis Milla yang tidak terselesaikan mengharuskan Timnas Indonesia ditangani oleh Bima Sakti yang tidak memiliki persiapan apa-apa.
Hasilnya, Timnas Indonesia menjadi bulan-bulanan di ajang Piala Dunia Antar Negara Asia Tenggara tersebut.
Tapi bukannya berkaca dari kesalahan, sang Ketua Umum PSSI waktu itu malah menyalahkan para wartawan. Wartawan adalah biang kerok buruknya Performa Timnas Indonesia.
Persis peribahasa “buruk muka cermin dibelah”.
Padahal kurang baik apa para wartawan yang rata-rata diupah sangat kecil tersebut, bahkan menghabiskan waktu istirahatnya demi menyusun sebuah berita.
Namun, Edy Rahmayadi yang akhirnya memilih untuk mundur setelah kegagalannya memimpin PSSI patut diapresiasi.
Kita tahu bagaimana sulitnya saat menuntut Nurdin Halid mundur. Dan bagaimana sombongnya ucapan Ahmad Riyadh, anggota Exco PSSI yang menolak mundur sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas Tragedi Kanjuruhan.
Kembali lagi ke kata-kata Edy Rahmayadi soal wartawan harus baik, kata-kata tersebut memang ada benarnya.
Ada peran wartawan dan media dalam memajukan sepak bola tanah air. Namun tetap saja, media harus independen mengawasi sepak terjang Timnas Indonesia dan PSSI.
Sayangnya, kata-kata Edy Rahmayadi tersebut makin lama makin diselewengkan oleh para pecinta sepak bola di Indonesia sendiri.
Mereka seakan bertaklid buta. Hanya mau mendengar apa yang mereka mau dengar. Persetan dengan fakta yang tersaji. Pokoknya Timnas Indonesia, pemain, pelatih, semua tidak boleh disalahkan. Titik.