Mursyid merasa biasa saja. Di benaknya waktu itu, dia telah membantu Timnas Indonesia dari lawan yang berat, Vietnam; tim yang waktu itu sedang kuat-kuatnya. Apalagi dua tokoh yang memberi instruksi sangat menyokongnya.
“Pak Andrie dan Pak Rusdi juga menenangkan saya dengan mengatakan tidak ada masalah,” ujar Mursyid, dikutip dari media Bola.
Meski begitu, apa yang tak ia dapatkan di lapangan, pada akhirnya ia tuai di luar lapangan. Gelombang kecaman dan protes muncul di mana-mana. Insiden itu memancing amarah banyak kepala.
Di negeri sendiri, Mursyid dicap sebagai pelacur sepak bola, yang membuat malu seluruh masyrakat yang mencintai olahraga itu. Tak hanya itu, penduduk Vietnam—sang tuang rumah—juga ikut geram. Warga vietnam bahkan menyeruduk Hotel Kimdo, tempat timnas Indonesia menginap, dan meluapkannya dengan demonstrasi di depan hotel.
Kecaman makin luas dan menyebar. Para demonstran meminta Menteri Olahraga Vietnam mengimbau AFC maupun AFF agar laga tersebut dibatalkan. Anehnya, tak ada pembatalan, semifinal tetap dilaksanakan, dan Mursyid masih tetap bisa merumput di lapangan hijau.
Hanya saja, seperti sebuah karma, Timnas Indonesia bertemu lagi melawan Timnas Thailand. Bukan di partai final, kedua tim yang terlibat sepak bola gajah itu memperebutkan juara 3 dan 4. Dan yang menjadi juara justru Timnas Singapura, tim yang masa itu dianggap antah berantah.
Petaka Mursyid tak habis sampai di situ. Gol bunuh diri Mursyid makin luas dibahas. Puncaknya, FIFA menjatuhkan skorsing seumur hidup kepada yang Mursyid, membuat karirnya bersama Timnas Indonesia hanya cukup sampai di 5 pertandingan saja.
Meskipun hukuman itu hanya berlaku di level internasional, karena di dalam negeri dia hanya terhitung dicekal selama satu tahun.
Selain Mursyid, ketua umum PSSI kala itu, Azwar Anas, merasa ikut menanggung malu dan meletakkan jabatannya. Bagaimana dengan orang-orang yang ikut dan di balik briefing pagi itu?
Dukungan yang ia dapatkan selepas peratandingan tidak bertahan lama. Semua yang tahu dan terlibat skandal masing-masing mencuci tangan hingga terlihat kinclong. Puluhan tahun sejak saat itu Mursyid masih dan diingat sebagai pelaku tunggal.