Tidak ada yang lebih mengecewakan ketika melihat tim kesayangan kalah. Apalagi timnas Indonesia. Mau bagaimanapun bentuk, drama, atau segala hal negatif di dalamnya, tetap saja suatu kekalahan sangat sulit dilupakan. Meski sudah sering melihat timnas kalah dan kembali dikecewakan.
Apalagi melihat Timnas kalah sebelum bertanding. Patah hati ini. Dan lebih patah lagi tentunya hati para penggawa muda Timnas U-20. Mereka punya mimpi untuk bisa berlaga di pentas dunia. Dan kini mereka harus mengubur dalam-dalam mimpi tersebut.
Mereka gagal bukan karena kalah. Mereka gagal karena ada hal yang diperbuat oleh orang-orang di atas mereka. Mereka justru gagal karena ketidak becusan para pengurus. Yang bahkan di kemudian hari harus mereka jilat demi kelangsungan karir mereka.
Tidak cukup sampai situ. Masyarakat pun ikutan menghujat mereka. Ada yang jahat berkomentar sudahi mimpi, saatnya bangun. Berprestasi dulu. Bagaimana mereka mau berprestasi jika kesempatan untuk mereka sudah direnggut.
Atau menghujat karena perkataan dan sikap mereka di media sosial atau di layar kaca. Ayolah. Mereka masih belasan. Belum bisa disebut dewasa. KTP saja baru punya. Kita pun pernah menyerapah. Pernah alay di media sosial macam friendster, facebook, twitter, atau instagram. Bahkan yang sudah berumur pun masih suka debat tidak perlu di media sosial.
Sudah. Cukup.
Pada tanggal 1 April kemarin, Shin Tae-yong secara resmi membubarkan Timnas U-20 imbas pembatalan status tuan rumah Indonesia oleh FIFA.
Shin Tae-yong sendiri memilih untuk beristirahat sejenak. Sembari mengatur fokus untuk Timnas pada jeda internasional berikutnya. Timnas sendiri akan Menghadapi Piala Asia 2023 yang akan berlangsung pada 2024. Sambil menunggu keputusan FIFA tentunya.
Bagi para penggawa muda Garuda, meraka akan kembali lagi ke klubnya masing-masing. Kembali mengasah diri. Mempersiapkan fisik dan mental menghadapi kompetisi musim depan.
Anggap saja belum rezeki. Bahkan gelap paling pekat justru datang saat fajar akan menyingsing. Sesuatu yang besar menanti di depan.