2023 memang baru beberapa hari saja berlalu. Ada memori indah tahun 2023 khususnya dalam sepak bola yang mungkin sulit dilupakan bagi para penggila kulit bundar Tanah Air.
Timnas Indonesia yang diwakili oleh Timnas U-22, berhasil menghapus dahaga keringnya prestasi sekaligus rasa penasaran akan medali emas cabang olahraga sepak bola dalam pesta olahraga antar negara Asia Tenggara, SEA Games.
Timnas Indonesia U-22 berhasil meraih medali emas setelah di final SEA Games 2023 yang dilangsungkan di kota Phnom Penh, Kamboja, berhasil mengandaskan musuh bebuyutan, Thailand U-22 dengan skor 5-2 lewat babak perpanjangan waktu.
Dalam laga yang berlangsung pada 16 Mei 2023 dan diwarnai keributan antar pemain dan ofisial kedua negara, Timnas Indonesia berhasil menjadi yang paling akhir tertawa setelah wasit asal Oman, Hasim Al-Hatmi meniup peluit panjang tanda berakhirnya laga.
Rizky Ridho dan kolega berpesta di atas rumput Stadion Olympic Phnom Penh. Meski kalah modern dibanding Stadion Morodok Techno yang baru diresmikan pada tahun 2021, namun Stadion Olympic yang berkapasitas 50.000 penonton ini cukup sarat dengan sejarah.
Dibangun pada tahun 1962 dan baru diresmikan pada 1964 ini sejatinya awalnya ditujukan untuk menyelanggarakan ajang SEA Games 1963 atau yang saat itu masih bernama Southeast Asian Peninsular Games. Namun pesta olahraga tersebut urung dilaksanakan karena kondisi politik Kamboja saat itu.
Baru pada 1964, Stadion Olympic resmi menjadi venue pesta olahraga Asian Ganefo yang pertama sekaligus yang terakhir. Sebab, setahun setelahnya atau pada 1965, sang penggagas Ganefo yakni Presiden Soekarno dilengserkan lewat peristiwa berdarah yang terjadi pada akhir September 1965.
Berakhir pula era Demokrasi Terpimpin di Indonesia yang saat itu dipenuhi dengan jargon-jargon anti Barat. Setelahnya, Indonesia kemudian beralih menjadi negara yang liberal serta menghamba pada negara-negara Barat.
Kondisi serupa juga ternyata dialami oleh Kamboja. Pada tahun 1970 pecah perang saudara antara Republik Khmer yang dipimpin oleh Jenderal Lon Nok dan Sisowath Sirik Matak yang dibantu oleh Amerika Serikat dengan Khmer Merah yang beraliran komunis yang dipimpin oleh Pol Pot.