Uniknya, saat “Sepak Bola Gajah” kembali terulang di Piala AFF 1998 antara Timnas Indonesia melawan Thailand, yang membesut Timnas Indonesia saat itu adalah mantan pemain Persebaya, Rusdi Bahalwan. Dan yang mencetak gol bunuh diri adalah Mursyid Effendi, pemain Persebaya.
Tapi sejarah tidak berulang. Pada 1987-1988, Persebaya yang melakukan Sepak Bola Gajah berhasil keluar sebagai juara. Hal tersebut tidak berlaku bagi Timnas Indonesia di Piala AFF 1998.
Selain kontroversi Sepak Bola Gajah, Persebaya pernah mengalami dualisme yang berawal dari terdegradasinya Persebaya pada musim 2009-2010.
Persebaya menolak bermain di Divisi Utama karena merasa dicurangi karena harus bertanding sebanyak tiga kali dengan Persik Kediri di tiga tempat yang berbeda. Persebaya kemudian bergabung dengan LPI yang tidak mendapatkan restu dari PSSI dan berganti nama menjadi Persebaya 1927.
Karena Persebaya masih terdaftar di Divisi Utama, keadaan tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil alih klub Persikubar Kutai Utara Dan mengganti namanya menjadi Persebaya.
Namun tidak mendapatkan dukungan dari Bonek. Persebaya buatan Kutai Utara ini kemudian sekarang dikenal dengan nama Bhayangkara FC.
Selain kontroversi tadi, pendukung setia Persebaya yang berjuluk Bonek juga kerap dipandang sebagai kelompok yang brutal dan suka berbuat onar. Saat ini, Bonek perlahan mencoba menghapus stigma negatif tersebut.
Namun, Persebaya tetap menjadi klub elit. Mereka seakan tiada henti melahirkan bakat-bakat yang menjadi tulang punggung Timnas Indonesia. Dari Abdul Kadir, Jacob Sihasale, Aji Santoso, Uston Nawawi, Andik Vermansyah, Evan Dimas hingga Rizki Ridho dan Marselino Ferdinan.
Pengelolaan klub juga terbilang bagus. Aji Santoso dan Uston Nawawi bahkan mengantongi lisensi UEFA Pro. Scouting mereka juga mumpuni. Pemain asing yang didatangkan kerap menjadi bintang.
Persebaya juga menjadi tempat favorit bagi klub lain di Liga 1 untuk berbelanja pemain. Ini merupakan bukti baiknya pembinaan pemain.