Sepakan

Penyakit Sepak Bola Bernama APBD

428
×

Penyakit Sepak Bola Bernama APBD

Sebarkan artikel ini
Liga Indonesia.

Wacana penggunaan kembali APBD untuk membiayai klub-klub sepak bola kembali muncul dan membuka kotak pandora yang sudah tertutup sejak 2008.

Ketua Umum PSSI mengakui, ada perintah dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan revisi tentang Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Revisi Permendagri yang dimaksud adalah terkait larangan penggunaan dana APBD untuk membiayai klub sepak bola di kompetisi Liga 3.

“Beliau mendorong beberapa hal, salah satunya meminta Pak Mendagri (Tito Karnavian) merevisi aturan bahwa dana APBD bisa dipakai untuk Liga 3,” ujar Erick di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).

Sontak, hal ini menuai kecaman keras dari para warganet atas wacana tersebut. Mereka menilai, masih banyak hal yang lebih bermanfaat ketimbang kembali mengambil dana APBD untuk membiayai sepak bola.

dan Dana APBD

Jauh sebelum bergulir di tahun 1994, Indonesia memiliki dua kompetisi sepak bola lokal, yakni liga amatir Perserikatan dan semi-pro Galatama.

Perserikatan menjadi kejuaraan sepak bola perdana setahun setelah terbentuknya PSSI di tahun 1931. Sementara Galatama beru hadir di tahun 1979.

Perserikatan merupakan kompetisi yang bersifat kedaerahan sehingga tidak heran jika mendapatkan suntikan dana dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Klubnya pun bernama daerah seperti Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Persebaya Surabaya.

Sementara itu, klub yang berkompetisi di Galatama berupaya untuk mendapatkan dana dari perusahaan tempatnya bernaung. Maka dari itu, nama klub mereka berbau perusahaan, seperti Petrokimia Putra, Semen Padang, dan Kramayudha Tiga Berlian.

Dua liga ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Perserikatan memiliki jumlah pendukung besar dengan fanatisme kedaerahan yang kuat, tetapi dari segi manajemen kurang profesional karena hanya mengandalkan dukungan pemerintah daerah.

Sedangkan Galatama memiliki manajemen yang dikelola secara profesional dan mandiri, tetapi pertandingannya masih kurang menarik minat para pecinta sepak bola nasional.