Indonesia terancam sanksi FIFA.
Sungguh kalimat di atas tadi membuat bulu bergidik. Penggila sepakbola sudah merasakan sanksi FIFA tersebut pada 2015. Kisruh dualisme di tubuh PSSI mengakibatkan pemerintah turun tangan dan membekukan induk organisasi olahraga tertua di Indonesia tersebut.
Merasa wewenangnya diintervensi, FIFA lantas memberikan sanksi pada Indonesia. Indonesia tidak dapat mengikuti turnamen resmi internasional. Pemain pun banyak yang menganggur.
Walau kemudian sanksi tersebut akhirnya dicabut, namun ada kekhawatiran tersendiri bagi pihak yang terlibat dalam sepakbola. Khususnya suporter. Saat ini walaupun memang masih perlu banyak perbaikan di sana-sini, namun Liga 1 sebenarnya berjalan dengan baik.
Suporter enggan untuk berpisah dengan kompetisi resmi dan trauma dengan kompetisi-kompetisi yang memakai nama pejabat atau nama produk kopi sachetan. Karenanya, ketika tiba-tiba muncul kata “sanksi FIFA” bagaikan mendengar kata “awas nanti diculik” pada era Orde Baru.
Jika dilihat lagi, maka terlihat secara jelas bagaimana inkonsistensi FIFA dan induk organisasi sepakbola kebanyakan di dunia. FIFA sangat bergerak cepat jika merasa wewenangnya diganggu. Sejauh ini FIFA lebih sering memberi sanksi pada negara-negara yang pemerintahnya turut ikut campur.
Nigeria, salah satu raksasa sepakbola Afrika, pernah mendapatkan sanksi FIFA pada 2010. Alasannya: intervensi pemerintah.
Pakistan, juga pernah mendapat sanksi FIFA. Bahkan dua kali yakni pada 2017 dan 2022. Yang pertama karena melanggar statuta FIFA. Yang kedua karena waktu itu kantor Federasi Sepakbola Pakistan (PFF) diambil alih oleh kelompok politik Komite Normalisasi.
Serupa dengan Pakistan, tetangga mereka yakni India juga pernah mendapat sanksi FIFA pada 2022. FIFA merasa pemerintah India melakukan intervensi dengan membubarkan Federasi Sepakbola India (AIFF).
Dan masih ada deretan sanksi bagi FIFA kepada beberapa negara. Anehnya, rata-rata karena alasan “intervensi pemerintah”.
Lucunya, pada 2022 FIFA menjatuhkan sanksi kepada Zimbabwe terkait adanya intervensi yang dilakukan oleh Komisi Olahraga dan Rekreasi Zimbabwe (SRC) terhadap Federasi Sepakbola Zimbabwe (ZIFA) karena pada saat itu terjadi pelecehan seksual terhadap wasit wanita.