Sepakan

Indonesia dan Libya: Terhubung Despot dan Sepak Bola

786
×

Indonesia dan Libya: Terhubung Despot dan Sepak Bola

Sebarkan artikel ini
Indonesia dan Libya
Dok PSSI

Timnas Indonesia memulai 2024 dengan ‘dihabisi’ Timnas Libya dengan skor telak 0-4 dalam persiapan jelang Piala Asia 2023 yang hanya tinggal menghitung hari lagi.

Hasil ini cukup mengejutkan mengingat sebenarnya perbedaan peringkat antara kedua negara tidak begitu jomplang. Ditambah lagi Timnas Libya bukanlah negara kuat di kawasan Afrika.

Terlebih, Libya beserta Timnas mereka telah memulai babak baru setelah berpuluh tahun dalam cengkraman tangan seorang despot dengan pangkat militer terakhir Kolonel, Muammar Gaddafi.

Bendera Libya yang semula hijau di rezim Gaddafi, kini sudah berganti menjadi merah-hitam-hijau dengan bulan sabit. Jersi kebanggaan juga berubah dari yang semula hijau, sama seperti warna bendera rezim Gaddafi, kini menjadi merah-hitam dengan kaus kaki hijau. Senada dengan bendera baru. 

Dan untuk jersi kedua Timnas Libya memakai warna putih. Sama seperti yang mereka pakai sewaktu menghabisi Timnas Indonesia pada Selasa, 2 Januari 2024 kemarin.

Bicara soal despot, Indonesia sendiri pernah selama 32 tahun dalam kekuasaan seorang despot. Namun bedanya, pangkat militer terakhir despot ini adalah Jenderal. Namanya adalah daripada Soeharto.

Entah kebetulan atau tidak, baik Gaddafi maupun Soeharto, keduanya ternyata sama-sama membenci sepak bola. Meski Soeharto sendiri tidak pernah mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap sepak bola secara langsung, tapi bukan rahasia jika Pak Harto tidak menyukai sepak bola.

Terlebih melihat prestasi Timnas Indonesia yang pada zamannya cuma begitu-begitu saja. Pak Harto sendiri pernah berujar, cuma mencari 11 orang yang mahir bermain bola saja masa tidak bisa.

Ujaran Pak Harto tersebut mungkin tidak ada apa-apanya dibanding dengan ujaran Gaddafi. Dalam manifestonya yang berjudul “The Green Book”, Gaddafi secara terang-terangan menghina pesepak bola beserta suporternya. 

Pesepak bola adalah sekelompok orang bodoh yang tidak punya kemampuan apa-apa. Dan suporter juga bodoh karena rela memenuhi stadion, bersorak, memberi tepuk tangan bagi para orang bodoh yang bermain di lapangan stadion tersebut.