News

Paradoks Sepak Bola di Indonesia: Serius Dulu Baru Main-Main, Kabalikan dari Negara Maju

91
Paradoks Sepakbola Indonesia

Salah satu jadwal dalam kunjungannya ke Jerman adalah menyambangi klub peserta Bundesliga, Eintracht Frankfurt.

Selain untuk mencari , rupanya PSSI juga ingin mencontoh langkah klub Jerman dalam membina pemain muda khususnya dalam hal ini klub Eintracht Frankfurt.

Ketua Umum PSSI takjub dengan pembinaan para pemain muda khususnya pemain usia 9 hingga 13 tahun. Dan yang menjadi pertanyaan adalah, kemana saja Ketua Umum PSSI sewaktu mengurus klub MLS DC United dan Inter Milan? Apakah sekedar murni mengurusi urusan bisnis belaka dan tidak memperhatikan sekelilingnya?

Anak usia 9 hingga 13 tahun memang bermain di lapangan yang kecil. Pihak Eintracht Frankfurt sendiri memang menjelaskan jika anak usia 9 hingga 13 tahun lebih dipriotaskan untuk lebih banyak memegang bola. Sehingga teknik dasar terbentuk sejak dini.

Namun ada yang lebih dari itu. Yaitu masalah fisik. Anak usia 9-13 tahun masih dalam masa perkembangan. Sangat tidak dianjurkan untuk memakai satu lapangan penuh. Bahkan waktunya pun juga dikurangi.

Hal tersebut sendiri memang sudah banyak diterapkan oleh Sekolah yang ada di Indonesia. Sayangnya, pendanaan dan perhatian masih sangat minim.

Sekolah Sepak Bola sangat bergantung pada iuran, dana dari pihak swasta, Dan dana dari kantong sendiri.

Selain itu, di Indonesia sendiri kesan “fun” dalam sepak bola seperti sudah dihilangkan sejak usia dini.

Sepak bola sebagai permainan juga sebagai ajang rekreasi. Bagi para pemain usia dini, tentunya sifat kompetitif harus sudah ditanamkan.

Sayangnya di Indonesia sudah melebihi batas. Jangankan di sepak bola, sifat kompetitif kelewat batas juga sudah diterapkan di ruang kelas.

Akibatnya hanya aspek teknis saja yang dikuasai. Bukan aspek mental. Yang penting juara dapat piala. Yang penting nilai bagus, ranking satu, masuk sekolah favorit. Tapi kemudian ketika turun di dunia sebenarnya malah memble.

Ini sudah terjadi pada pesepakbola Indonesia. Sewaktu masih kecil, mereka diajari untuk serius. Tapi sewaktu terjun di dunia profesional, mereka malah main-main.

Exit mobile version