Siapa bilang memboyong pemain dengan label kelas dunia untuk bermain di, katakanlah, liga antah berantah adalah hal yang mustahil? Semua hanya bermuara pada satu kata: uang.
Uang, duit, money, hepeng, piti, apapun sebutannya adalah umpan yang paling tepat untuk merayu pemain dengan label kelas dunia untuk mau bermain di klub liga antah berantah.
Jika istilah liga antah berantah agak terlalu bagaimana, mari kita ganti dengan liga di negara Asia.
Cristiano Ronaldo adalah contoh kasus. Meski memang sudah ngamen ke beberapa klub Eropa, sayangnya tidak mendapatkan respon.
Maka saat Al Nassr, klub Arab Saudi datang menawarkan proposal gaji yang melebihi ABPN beberapa negara dunia ketiga, tentu sangat sayang untuk ditolak.
Atau bagaimana dulu klub-klub di Liga Super Tiongkok yang menawarkan gaji fantastis bagi pesepakbola dunia yang masih dalam kategori usia emas untuk bergabung. Berbondong-bondong pesepakbola macam Oscar, Hulk, dan Carlos Tevez datang menjemput tawaran gaji.
Meski nama terakhir lebih banyak hadir di Disneyland Shanghai ketimbang di lapangan, namun klub-klub di Tiongkok masih belum segan menghamburkan uangnya.
Di Jepang yang katanya jauh lebih terstruktur sepak bolanya, ternyata juga pernah menarik pesepakbola kelas dunia untuk meramaikan kompetisi J-League.
Vissel Kobe yang diakuisisi raksasa e-commerce Rakuten merekrut Andres Iniesta, David Villa, Lukas Podolski, dan Sergi Samper. Sementara Sagan Tosu tak mau kalah. Fernando Torres berhasil diboyong ke Prefektur Saga.
Proyek Vissel Kobe cukup berhasil. Andres Iniesta bahkan masih bertahan sampai kini. Yang sial adalah Sagan Tosu.
Gara-gara gaji Fernando Torres yang selangit, klub ini terancam bangkrut dan terancam turun ke divisi tiga. Beruntung ada suntikan dana hingga klub papan tengah ini bisa bertahan.
Indonesia sendiri juga pernah disinggahi pesepakbola dengan label atau dipaksa diberi label kelas dunia.
Pelita Jaya pernah mendatangkan mantan juara dunia, Mario Kempes dan legenda Kamerun, Roger Milla.
Namun kedua pemain tersebut datang setelah masa produktifnya lewat. Hasilnya biasa saja. Tak buruk namun tak bisa dibilang bagus.