TIMNAS.CO – Tidak ada yang mudah saat seseorang memutuskan meninggalkan tanah kelahirannya dengan alasan pendidikan, tugas kerja, atau mencari kesempatan.
Banyak faktor yang harus dihadapi. Tan Malaka saat mendapatkan beasiswa ke Belanda harus mendapatkan perawatan dan dipindahkan ke tempat yang lebih hangat untuk menyembuhkan infeksi paru-paru.
Bahkan di Indonesia, pindah dari daerah asal ke daerah baru saja perlu adaptasi dulu dengan budaya, makanan, hingga cuaca.
Dan hal yang sama juga terjadi dalam sepak bola. Banyak yang beranggapan jika pesepakbola Eropa kemudian pindah main ke Indonesia, maka otomatis dirinya akan menjadi penguasa.
Persis seperti kedatangan nenek moyangnya dulu ke Nusantara untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sepak bola sendiri adalah anomali. Kita tahu bagaimana ganasnya seorang Erling Haaland yang datang dari Liga Norwegia, kemudian menjadi predator kotak penalti bersama Borussia Dortmund, dan kini mencetak gol seperti bersenang-senang bersama Manchester City.
Tapi bisakah Erling Haaland melakukan yang sama jika main di Liga 1, katakanlah membela PSS Sleman?
Erling Haaland adalah anomali. Sepak bola adalah anomali. Dan Liga 1 adalah anomali. Tidak ada jaminan pemain Eropa bisa berjaya di Liga 1.
Hanno Behrens menjadi pembuktian terbaru. Gelandang asal Jerman ini memutuskan untuk meninggalkan Persija Jakarta.
Behrens mengalami kesulitan beradaptasi. Terutama dengan makanan dan cuaca. Bahkan berat badannya turun sebanyak 7 kg selama berada di Indonesia.
Cuaca yang panas, ditambah kelembaban yang tinggi, membuat Behrens kesulitan untuk beradaptasi. Dirinya juga mengalami masalah dengan perutnya.