Analisis

Muak Dengan Local Pride 

661
×

Muak Dengan Local Pride 

Sebarkan artikel ini
Local Pride

Entah kenapa kalimat Local Pride menjadi kalimat yang paling memuakkan saat ini.

Local Pride menjadi salah satu alasan banyak merk  dalam negeri dalam menjual produk mereka dengan harga yang tidak wajar.

Bagi yang mengkritik, akan mendapatkan cap tidak nasionalis, tidak menghargai produk anak negeri, dan sebagainya.

Padahal dulu ketika booming produk sandang lokal, salah satu alasan para kreator adalah mereka ingin bergaya, namun karena produk sandang merk luar mahal, maka mereka lantas berkreasi membuat sandang sendiri. 

Hasilnya lumayan dan ternyata bisa mendapatkan keuntungan. Beberapa ada yang bertahan dan menjadi besar, beberapa ada yang gulung tikar.

Untuk kasus sekarang ini, ada brand alas kaki lokal yang tengah digandrungi anak muda. Namun brand tersebut lama-kelamaan mematok harga yang tidak masuk akal. 

Untuk makanan pun begitu. Ada saja produsen makanan menawarkan makanan lokal dengan harga yang tidak masuk akal. 

Mereka menjual dengan strategi marketing local pride dengan embel-embel nostalgia. Bahkan rasanya tidak jauh beda dengan produsen makanan lokal dengan skala yang lebih kecil. 

Mungkin rasanya juga bisa lebih enak. Tapi tidak pernah memaksakan kalimat “Local Pride”. Karena kenyataannya memang produk lokal. 

Memang itu hak mereka menambahkan embel-embel local pride, bangga dengan buatan anak negeri, atau apa. 

Tapi lama-lama jargon marketing seperti itu bisa membuat perut mual.

Dan satu lagi yang membuat mual adalah kalimat Local Pride yang dipakai dalam konteks sepak bola. Khususnya sepak bola Indonesia.

Gara-gara berteriak “local pride!”  di depan kamera saat berhasil keluar sebagai juara Piala AFF U-17 tahun 2022 lalu, “local pride” kemudian membelah suporter Timnas Indonesia menjadi dua kubu.

Entah apa penjaga gawang yang pernah protes gara-gara wajahnya kena sorot “laser” saat laga 2010 leg pertama di Bukit Jalil tersebut berteriak “local pride” di depan kamera.

Jika ingin berpikir positif, mungkin mantan penjaga gawang PSMS Medan tersebut hanya terbawa euforia semata.