Maka untuk melanjutkan laga, wasit memberikan drop ball bagi Timnas Indonesia U-22. Dalam aturannya, drop ball harus memantul ke tanah terlebih dulu sebelum ditendang. Dan Rizky Ridho melakukannya dengan kemudian menendang bola ke area pertahanan Thailand.
Dan sebelum bola masuk ke gawang Thailand, bola terlebih dulu mengenai kepala bek Thailand Jonathan Khemdee yang memantul ke arah Sananta.
Menurut aturan, gol yang berasal dari drop ball tidak sah apabila tidak menyentuh dua pemain. Dalam hal ini, bola pertama kali sudah disentuh oleh Rizky Ridho.
Hitunglah jika bola tidak kena kepala Khemdee, tapi bola kemudian disentuh oleh Sananta. Ini berarti bola sudah disentuh oleh dua pemain, sehingga gol dianggap sah. Wasit Matar Ali asal Oman juga sudah memberi kode “2” lewat tangannya.
Hal ini sudah diatur dalam International Football Association Board (IFAB).
Namun masih banyak perdebatan. Apakah itu termasuk fair play atau tidak. Mungkin bagi tim yang menang, mereka akan mati-matian membela jika gol itu sah. Terlepas dari fair play atau tidak.
Tapi bagi yang kalah, gol macam itu tidaklah mencerminkan fair play. Jika hal itu terjadi pada Timnas Indonesia, tampaknya hal itu akan selalu dibahas terus.
Tapi yang harus diingat adalah, sepak bola dimainkan lewat peluit dan keputusan wasit. Jika tidak ada peluit, dan tidak ada keputusan dari wasit, maka hal tersebut tidak sah.
Ambil contoh gol Luis Nani ke gawang Tottenham Hotspurs. Saat itu Manchester United tengah berhadapan dengan klub asal London Utara di Old Trafford.
Nani yang membawa bola, ditekel oleh pemain Spurs di dalam kotak penalti. Namun wasit tidak meniup peluit terjadi pelanggaran baik oleh pemain Spurs maupun dari Nani.
Pemain Spurs melakukan kesalahan. Mereka mengira terjadi kesalahan. Padahal wasit sama sekali tidak meniup peluit. Bola tetap hidup.
Nani dengan cerdik memanfaatkan itu dengan ‘mencuri’ bola yang hendak ditendang oleh kiper Spurs dan menceploskan ke gawang. Wasit tetap mengesahkan gol tersebut karena memang bola masih hidup.
