Di Indonesia, hal ini juga kerap terjadi. Terutama dalam kompetisi antar Sekolah Sepak Bola (SSB). Misalnya dalam kompetisi kelompok umur U-12, ada saja SSB yang curang dengan memasukkan anak usia 14 tahun. Dengan dokumen palsu tentunya.
Hal ini kemudian menjadi sebuah kenormalan. Padahal, sudah jelas-jelas mencederai nilai sportivitas. Bayangkan saja, jika masih berbentuk tunas saja sudah diajari untuk berbuat kebusukan, bagaimana jika kelak turun ke dunia profesional.
Dalam kasus ini, tentu saja melibatkan banyak pihak. Termasuk orang tua. Orang tua adalah akar utama permasalahan ini.
Kemudian tentu saja pelatih yang entah apa yang ada di kepalanya. Mungkinkah sebenarnya saat menjadi pemain, dirinya juga melakukan pencurian umur? Bisa jadi.
Sayangnya belum ada tindakan tegas dari PSSI. Paling-paling hanya didiskualifikasi jika ketahuan. Seharusnya izin pendirian SSB juga ikut dicabut. Masalah ini juga bisa di bawa ke ranah hukum karena sudah masuk kategori pemalsuan dokumen negara.
Seperti yang terjadi di Piala Soeratin U-17 pada 2017 lalu. Persiter Ternate U-17 terbukti melakukan kecurangan karena telah memalsukan umur pemain. Hukumannya? Hanya didiskualifikasi Dan kasusnya menguap entah kemana.
Atau yang cukup bikin heboh adalah kasus yang menimpa Ismed Sofyan pada 2018. Saat itu Ismed Sofyan tengah mengalami masalah rumah tangga. Istrinya saat itu membocorkan kepada publik jika umur Ismed Sofyan pada saat itu sudah 41 tahun. Bukan 39 tahun.
Entah memang masalah rumah tangga saja atau jika memang benar adanya, ini bisa menjadi sebuah skandal besar.
Yang pasti, memang masalah pencurian umur ini sudah menjadi hal yang biasa. Tidak hanya di sepak bola. Anak-anak yang masih di bawah umur juga banyak yang “menembak SIM” agar bisa membawa kendaraan bermotor sebelum waktunya.
Lagian, orang kan inginnya lebih muda. Ini kok malah ingin lebih tua.
Heran.