Sepakan

Skandal Pengaturan Skor Sepakbola Indonesia: Dari 1912 hingga Kini

49
Skandal Pengaturan Skor Sepakbola Indonesia

TIMNAS.CO – 1912. Perang sudah terbit di ufuk timur persada Eropa. Beberapa pemain sepakbola sadar mereka akan kehilangan pekerjaannya.

Dalam partai Manchester United melawan Liverpool pada 2 April 1912 itu, terbukti bahwa beberapa pemain Manchester United dan Liverpool terlibat dalam skandal pengaturan skor.

Motif utamanya jelas, uang. Apalagi saat itu menjadi pesepakbola bukan pekerjaan elit. Pekerja pabrik atau tukang ledeng jauh lebih baik pada saat itu. 

Uang juga yang membuat 10 pemain Timnas Indonesia yang dipersiapkan untuk ajang Asian Games 1962 menjadi nekat menukar harga diri mereka.

Saat itu memang kesejahteraan pemain masih dirasa kurang. Honor yang diterima pemain saat itu masih dirasa kurang cukup. Apalagi target yang harus dicapai terbilang sulit. Tak heran, ketika setan datang menggoda, godaan itu langsung disambar.

Dicoretnya 10 pemain yang jadi andalan Timnas saat itu membuat pelatih Toni Pogacnik pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, persiapan yang harusnya sudah beres jadi berantakan.

Hasilnya, Timnas gagal total dalam ajang Asian Games 1962. Padahal Indonesia dijagokan untuk meraih emas. Terlebih lagi saat itu Indonesia bertindak sebagai tuan rumah.

Skandal suap itu pun dikenal sebagai Skandal Senayan 1962. Setelahnya, PSSI selaku induk sepakbola tertinggi mencoba mengatasi hal ini.

Dibentuklah kompetisi yang lebih profesional. Kesejahteraan pemain lebih diperhatikan. Ada tawaran menjadi Pegawai Negeri Sipil atau menjadi anggota TNI/Polri bagi pemain yang berprestasi. 

Selesai? Nyatanya tidak. Ingat bagaimana skandal Calciopoli di Italia yang melibatkan klub top Serie A. Uang sudah melimpah, namun godaan agar punya lebih banyak uang sulit untuk ditolak.

5 pemain Perserang dan 1 pemain Persic Cilegon harus menerima hukuman karena terbukti melakukan pengaturan skor dalam pertandingan di Liga 2 musim 2020-2021. 

Masih dalam kasus yang sama,sebanyak 5 orang ditetapkan sebagai tersangka dengan Liga 3 Zona Jawa Timur sebagai arenanya.

Dalam pertandingan antara Gresik Putra FC melawan NZR Sumbersari yang berlangsung pada November 2021, terbukti 5 orang tersebut melakukan pengaturan skor demi keuntungan.

Dan tentu, publik tidak akan lupa kasus yang menimpa Joko Driyono pada 2019 lalu.

Joko Driyono yang saat itu menjabat sebagai pelaksana tugas Ketua Umum PSSI, terbukti melakukan tindakan penghilangan barang bukti pengaturan skor. Joko Driyono akhirnya divonis 18 bulan penjara.

Dalam perhelatan Piala AFF 2010, muncul juga dugaan adanya pengaturan skor agar Timnas mengalah di final. Timnas yang tampil memukau sejak babak grup hingga semifinal, tiba-tiba saja loyo di final.

Meski ada anggapan bahwa Timnas sudah kelelahan dengan jadwal padat yang tidak perlu, tapi penikmat konspirasi menganggap bahwa itu juga bagian dari rencana dari para mafia bola.

Benar atau tidaknya tuduhan itu, mari kita berprasangka baik saja.

Mungkin berharap agar sepakbola Indonesia bersih dari kasus suap dan sebagainya adalah harapan kosong. Yang ditindak lebih sering pemain atau perangkat pertandingan.

Mafia bola yang tertangkap juga cuma bawahannya saja. Seperti dalam kasus pengaturan skor Perserang Serang, pihak berwajib beralasan sulit menangkap sosok utama dalam kasus itu.

Alasannya lucu, orang tersebut tidak lancar berbahasa Indonesia sehingga sulit untuk diproses.

Publik cuma berharap agar pemain dapat kuat menghadapi godaan. Karena dalam kasus ini mereka termasuk dalam korban pusaran jahat mafia bola. Salah-salah karir mereka tamat dan lagi-lagi yang dirugikan. 

Exit mobile version