Sepakan

Shizuoka dan Tulehu: Jauh di Mata, Dekat karena Sepakbola

57
Kampung sepakbola tulehu

TIMNAS.CO – Prefektur Shizuoka mungkin bukan destinasi populer bagi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jepang, termasuk wisatawan Indonesia. Padahal, Gunung Fuji, simbol keagungan Jepang, berada di Shizuoka. 

Dan sama seperti Gunung Fuji, Shizuoka adalah simbol sepakbola Jepang. Masyarakat Shizuoka sangat gandrung dengan kulit bundar. Saking gandrungnya, banyak klub-klub lokal didirikan. 

Dan yang jadi kebanggaan adalah, Shizuoka selalu melahirkan pemain hebat. Masashi Nakayama, pemegang rekor gol terbanyak Liga Jepang, berasal dari Shizuoka. Lalu ada Makoto Hasebe yang sukses berkarir di Jerman. Shinji Ono juga berasal dari Shizuoka. Dan masih ada daftar panjang pemain hebat dari Shizuoka.

4413 km dari Shizuoka, ada sebuah desa kecil di Pulau Maluku yang bernama Tulehu. Jaraknya dari ibukota Provinsi Maluku hampir 30 km. Namun di desa kecil tersebut tersimpan harta karun yang sangat berharga dan tidak akan habis.

Chairil Anwar, bek tangguh Timnas era 90-an adalah putra asli daerah ini. Lalu ada Rahel Tuasalamoni yang punya kecepatan dan kelincahan. Imran Nahumarury yang berhasil membawa Persija juara pada musim 2001 bersama Deddy Umarella. Mereka adalah segelintir nama pemuda asli Tulehu yang menjadi tulang punggung klub dan Timnas.

Di era sekarang, ada nama seperti Hasyim Kipuw, Alwi Slamat, Rizki Pellu, Hendra Adi Bayauw, Ramdani Lestaluhu, Abduh Lestaluhu, Abdul Lestaluhu, Manahati Lestaluhu, serta Ricky Ohorella. Mereka melanjutkan jejak seniornya sebagai tulang punggung di Timnas dan Klub.

Banyaknya pemain hebat dari Tulehu tak lepas dari kegemaran penduduknya. Mereka gila bola. Di manapun asal ada tanah kosong, mereka dengan senang hati saling adu keahlian dalam mengolah si kulit bundar. Tak peduli di dekat mereka ada hewan ternak, tak peduli panas dan telanjang kaki, bagi mereka sepakbola adalah udara yang penting untuk paru-paru mereka. 

Tak hanya itu saja, berkat sepakbola jugalah konflik sektarian yang membuat Pulau Maluku berdarah dapat diredam. Sepakbola kembali menyatukan penduduk yang terbelah, meski kebanyakan dari mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa dan tidak terlibat dalam masalah. 

Sampai saat ini, geliat gairah sepakbola di Tulehu masih menyala. Terbukti dari beberapa SSB (Sekolah Sepakbola) yang didirikan di sana.

Para pemuda yang sukses merantau merintis karir sebagai pesepakbola juga tidak melupakan asalnya. Mereka rutin pulang kampung, biasanya saat Idul Fitri, dan menggelar latihan persahabatan. Serta tidak segan untuk memberi masukan untuk pembinaan pemain muda agar nama Tulehu selalu ada salam kisah sepakbola Indonesia.

Shizuoka dan Tulehu memang berjarak sangat jauh. Namun jarak mereka jadi dekat karena sepakbola.

Exit mobile version