Sepakan

Rentannya Posisi Suporter 

74
suporter jerman spanduk kanjuruhan
©REUTERS/Michaela Rehle

TIMNAS.C0 – Sebagai suporter, hasil pertandingan bisa menentukan mood kita selama beberapa menit, jam, hari, bahkan tahunan.

Sebagai suporter, kita bisa ikhlas mengorbankan waktu istirahat kita selama 90 menit.

Sebagai suporter, kita rela menghabiskan uang untuk membeli jersey.

Sebagai suporter, kita rela menempuh perjalanan demi mendukung langsung tim kesayangan.

Sebagai suporter, kita sering dituduh sebagai biang keladi atas terjadinya kerusuhan.

Sebagai suporter,kita bisa sampai melewati batas dan melakukan tindak kriminal.

Sebagai suporter, kita bisa kehilangan nyawa.

Peran suporter dalam sepakbola Indonesia sangat besar. Apalagi rakyat kita ini hampir semuanya gila bola. Tanpa suporter, sepakbola Indonesia tidak akan berjalan.

Suporter seharusnya berada dalam posisi puncak piramida hirarki sepakbola Indonesia. Tapi nyatanya, posisi suporter berada paling bawah.

Hak suporter sebenarnya dilindungi karena telah diatur dalam UU Keolahragaan Nomor 11 Tahun 2022 yang merupakan pengganti UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Nomor 3 Tahun 2005.

Dalam Pasal 54 ayat 4 UU Keolahragaan Nomor 11 menegaskan bahwa penyelenggara kejuaraan olahraga wajib memperhatikan hak penonton dalam setiap kejuaraan olahraga.

Ditegaskan lagi dalam ayat 5, hak penonton sebagaimana dimaksud pada ayat 4 meliputi: a. Mengekspresikan dukungan, semangat, dan motivasi di dalam kejuaraan olahraga; b. Memperoleh fasilitas yang sesuai dengan tiket masuk dan; c. Mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan.

Bahkan dalam Pasal 103 menyatakan penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Sebelum terjadi Tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan 135 suporter kehilangan nyawa, 39 diantaranya adalah anak-anak, sudah ada 78 suporter yang meregang nyawa sejak 1994.

Hampir keseluruhan kasusnya, hampir tak pernah terselesaikan. Jika dalam hukum positif, yang berarti undang-undang dan peraturan yang berlaku secara umum saja tidak terselesaikan apalagi dalam ruang lingkup Lex Sportiva.

Meski saat ini sudah berlangsung sidang dalam mencari titik terang dan keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan, namun nampaknya masih akan memakan waktu yang lama.

Aparat kepolisian selalu berusaha membenarkan diri atas tindakannya dalam melakukan penembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Seolah menegaskan jika kematian bukan jadi hal yang penting.

Diharapkan juga pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menyelidiki dan menindaklanjuti tragedi ini dengan baik dan terbuka atas kebenaran yang terjadi kepada masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan sosial bagi korban serta masyarakat.

Dan yang paling penting agar semua suporter mengevaluasi diri. Bersatu dan tidak perlu mengeluarkan pendapat yang dapat menyakiti korban. Apalagi sampai ikut dalam aksi-aksi yang tidak perlu.

Ada tanggung jawab etis dengan menghargai hak hidup orang lain.

Semoga tak pernah ada lagi suporter yang pergi pamit menonton sepakbola namun tak pernah kembali lagi ke rumah.

Exit mobile version