Sepakan

Pak Harto: Dari Porkas, Arseto, dan Stadion Manahan

108
Soeharto dan Sepakbola Indonesia
Foto/Merdeka.com

TIMNAS.CO – Waktu kecil dulu, saya selalu takjub melihat Presiden Soeharto memamerkan kakap merah hasil pancingannya. Di layar kaca terlihat dengan senyumnya yang khas, menggendong ikan laut yang ukurannya besar itu.

Saat beranjak dewasa, muncul gosip kalau tiap Pak Harto mancing, dari bawah laut sudah bersiap anggota Pasukan Katak atau Marinir dengan ikan. Entah benar atau tidaknya berita itu.

Jika dibandingkan dengan beberapa Tokoh Nasional yang menyukai sepak bola sedari kecil, masih sedikit data atau hampir tidak ada sama sama sekali keterangan mengenai hobi Pak Harto waktu kecil dulu. 

Mungkin memang dibanding dengan beberapa Tokoh Nasional yang dibesarkan pada saat Politik Etis, Pak Harto dibesarkan pada saat masa sedang bergolak.

Kita ambil contoh Jenderal Ahmad Yani yang boleh dibilang dibesarkan sezaman dengan Pak Harto, masih sedikit data yang ada mengenai kegemaran Jenderal Ahmad Yani pada sepakbola. Yang pasti, Pak Harto dan Pak Yani sama-sama menikmati olahraga golf.

Kembali lagi pada sepak bola, ada yang bilang kalau Pak Harto benci sepak bola. Alasannya, Pak Harto trauma saat menyaksikan sepak bola, penonton dan pemain malah rusuh.

Ditambah lagi, Pak Harto adalah sosok militer yang sangat mengedepankan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab. Bisa jadi Pak Harto muak melihat kejadian itu. Meski begitu ada begitu, tetap ada kisah yang menarik untuk diceritakan.

Salah satunya adalah cerita tentang Porkas. Singkatan dari Pekan Olahraga Ketangkasan. Saat itu SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) sangat marak di masyarakat. Bahkan perputaran uangnya bisa mencapai triliunan. 

Namun berbeda dengan SDSB, Porkas ini lebih spesifik ke sepak bola karena dana yang terkumpul dari Porkas ini digunakan untuk membiayai kompetisi Galatama. 

Cara main Porkas sederhana, masyarakat membeli kupon berhadiah dan memasang taruhan pada klub peserta Galatama. Apakah menang, seri, atau kalah. Lalu pada akhir pekan, akan diundi lagi setelah klub-klub itu bertanding.

Porkas ini sendiri lumayan lama juga umurnya. Diresmikan pada 1985 lalu ‘harus' berakhir pada tahun 1993. Alasannya banyak masyarakat yang protes karena menurut mereka Porkas termasuk judi.

Ada pendapat menarik, Porkas sengaja dibuat untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Apalagi kaum muda yang jadi tidak kritis karena keasyikan main Porkas.

Sama seperti pentas-pentas musik yang dulu marak pada tahun 70-an yang membuat kaum muda teralihkan perhatiannya. 

Lalu, lewat pengaruhnya juga Pak Harto membentuk klub sepakbola yang benar-benar dikelola secara profesional. Adalah Arseto, klub yang dibentuk oleh anak Pak Harto, Sigit Harjojudanto.

Arseto adalah salah satu klub peserta Galatama yang pada awalnya bermarkas di Jakarta, namun kemudian pindah ke Solo. Ada kabar bahwa nama Arseto berasal dari nama Sigit, Aryo Seto. 

Jauh sebelum ada klub lain dengan mega proyek “dream team”, Arseto sudah mulai duluan. Banyak nama-nama tenar masuk dalam skuat.

Namun yang lumayan unik, ada beberapa pemain dari Medan yang menjadi andalan klub. Seperti kiper Eddy Harto, Nasrul Kotto, dan Ricky Yacobi.

Beredar kabar saat itu manajemen Arseto sampai pergi ke Medan untuk menjemput dan meminta izin pada ayah Ricky untuk bergabung dengan Arseto. Ricky Yacobi sendiri saat itu baru saja lulus SMA dan memenangkan Piala Suratin 1984 bersama PSMS Yunior. 

Dan jika Bung Karno Punya Stadion GBK, maka Pak Harto punya Stadion Manahan. Walaupun diceritakan Stadion Manahan adalah ide Ibu Tien, kalau bukan karena pengaruh Pak Harto juga, Stadion Manahan ini tidak akan pernah ada.

Pembangunan dimulai pada tahun 1989. Dan baru diresmikan pada Februari 1998. Sayangnya Pak Harto tidak terlalu lama menikmati megahnya Stadion tersebut sebagai presiden karena pada bulan Mei, Pak Harto lengser. 

Stadion Manahan sendiri boleh dibilang sebagai stadion di Indonesia yang dibangun dengan rencana tata ruang dan wilayah yang baik. Terletak di tengah kota Solo, Stadion ini mudah dijangkau oleh masyarakat.

Tak jauh dari Stadion Manahan ada Terminal Tirtonadi dan Stasiun Balapan. Semakin memudahkan masyarakat yang ingin berkunjung meski datang dari jauh.

Dan pada era Pak Harto juga Timnas berhasil meraih medali emas Sea Games 1987 dan 1991. Medali emas Sea Games 1991 masih menjadi gelar terakhir yang diraih Timnas hingga saat ini.

Ada pesan dari Pak Harto untuk PSSI saat peringatan HUT ke-66 tahun 1996:

“Indonesia berpenduduk 200 juta orang, masak untuk membentuk tiga kesebelasan yang tidak mencapai seratus orang saja tidak bisa. Wong di Malaysia itu hanya 17 juta orang saja bisa diperoleh pemain yang ulung, unggul”

Bahkan Pak Harto yang awam dan tak suka bola paham dengan kondisi Timnas. 

Exit mobile version