Liga-liga top Eropa sudah menutup tirai peraknya. Beberapa klub papan atas berhasil memastikan gelar juara sebelum liga selesai. Seperti Napoli dan PSG. Ada juga yang harus memastikan gelar juara beberapa pekan sebelum liga selesai seperti Manchester City.
Tapi ada juga yang harus menunggu hingga laga terakhir liga. Seperti yang terjadi di Bundesliga Jerman. Dua tim rival yakni Borussia Dortmund dan Bayern Munchen saling bersaing demi gelar juara hingga laga terakhir.
Borussia Dortmund jauh lebih diunggulkan. Selain menjadi tuan rumah, Dortmund hanya perlu kemenangan saja untuk memastikan gelar juara terlepas apapun hasil yang diraih oleh Bayern Munchen yang harus bertandang ke markas FC Koln.
Dortmund yang tertinggal 1-2 sempat mendapat asa mendengar kabar FC Koln berhasil mencetak gol penyeimbang. Jika hasil imbang itu bertahan hingga akhir laga maka biarpun kalah, Dortmund tetap menjadi juara dengan keunggulan satu poin. Tapi apa mau dikata, gol Jamal Musiala di menit ke-89 membuyarkan asa juara Dortmund.
Dortmund hanya berhasil menahan imbang Mainz 2-2. Poin Dortmund dan Munchen sama yakni 71. Tapi Munchen unggul selisih gol. Hal serupa pernah terjadi di musim 2011-2012 ketika Manchester City berhasil menjadi juara setelah unggul selisih gol dari Manchester United.
Bagaimana dengan di Liga Indonesia? Kompetisi kasta teratas Indonesia yang baru mulai pada 1994 sendiri sering berganti format. Paling sering memakai format playoff. Tapi bukan berarti kejadian dramatis seperti di Bundesliga Jerman atau EPL tidak pernah terjadi.
Kompetisi mengusung format penuh liga baru dimulai pada 2003. Persik Kediri menjadi juara setelah unggul lima poin atas PSM Makassar di peringkat kedua.
Pada musim 2004 atau edisi kesepuluh Liga Indonesia sejak 1994, terjadi kejadian dramatis. Penentuan gelar juara harus menunggu hingga laga terakhir.
Saat itu bukan dua klub saja yang berpeluang menjadi juara. Melainkan tiga dan ketiganya merupakan rival sejak era Perserikatan: Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, PSM Makassar.