Sepakan

Lupakan Kata ‘Pernah’, Timnas Indonesia Butuh Prestasi Baru

63
×

Lupakan Kata ‘Pernah’, Timnas Indonesia Butuh Prestasi Baru

Sebarkan artikel ini
Timnas Indonesia Pernah Juara

TIMNAS.CO – Tiap kali melintas di Jalan Metro Pondok Indah yang menuju ke arah TB Simatupang dan Lebak Bulus, mata ini selalu mengarah pada tulisan “The Only World Cup Venue In Indonesia” di depan pintu masuk Lapangan Golf Pondok Indah. Ditambah lagi dengan tulisan yang lebih kecil pada bagian kiri: ” Venue of the XXX World Cup 1983″.

Saya sendiri tidak pernah paham soal golf. Dan memang nyatanya Golf 1983 pernah diselenggarakan di sana, Pak Harto, Presiden Kedua Republik ini tetap setia bermain golf di Lapangan Golf Rawamangun.

Kemudian saat beberapa waktu yang lalu muncul polemik peleburan Lembaga Eijkman ke BRIN, orang-orang lantas bernostalgia dengan bagaimana hebatnya Christiaan Eijkman.

Nama peneliti Belanda yang namanya diabadikan sebagai nama Lembaga Biologi Molekuler tersebut, yang pada tahun 1929 pernah mendapatkan Nobel atas sumbangsihnya menemukan konsep vitamin saat  penyakit beri-beri banyak diderita oleh penduduk Batavia kala itu. 

Pernah menjadi venue perhelatan Piala Dunia. Pernah mendapatkan hadiah Nobel.

Pernah. Kata kuncinya.

Timnas Indonesia pun akrab dengan kata ‘pernah' ini.

Kita pernah ikut Piala Dunia

Kita pernah dua kali juara Sea Games

Kata-kata di atas seringkali kita dengar. Tapi menurut saya, yang paling bombastis adalah: “Kita pernah menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade 56”.

Wow. 

Indonesia harus berjumpa Uni Soviet di babak perempat final Olimpiade 1956 setelah di pertandingan sebelumnya menang WO atas Vietnam Selatan yang mengundurkan diri.

Timnas yang saat itu dibela oleh Ramang, harus berjumpa dengan Uni Soviet yang diperkuat oleh Ivan Netto dan Lev Yashin. Toni Pogacnik, pelatih Timnas saat itu menerapkan strategis pertahanan berlapis.

Hingga babak perpanjangan waktu selesai, skor masih tetap kacamata. Kehebatan Timnas saat itu langsung disambut meriah. Seolah berhasil menjadi juara Piala Dunia.

Memang pada pertandingan tersebut, Ramang dan kawan-kawan tampil gigih. Walaupun tersiar kabar, salah satu staf Timnas mengoleskan bubuk cabe yang sudah dijampi-jampi ke tangan kiper Maulwi Saelan. 

Dan bertahun-tahun kemudian, prestasi Timnas seperti jalan di tempat. Dan kata ajaib ‘pernah' selalu diucapkan. Bagaikan sebuah apologi ketika Timnas gagal meraih prestasi. Sehingga ada yang beropini, sebaiknya anggaran untuk Timnas dikurangi saja dan dialihkan ke cabang yang lain.

Opini masalah anggaran ini sebenarnya agak keliru. PSSI secara struktur finansial sudah mandiri. Sepakbola adalah olahraga kegemaran warga. Sudah tentu sponsor berdatangan.

Dibanding pengurangan anggaran, transparansi anggaran ke publik lebih diperlukan agar tidak ada rasa saling curiga. 

Ada juga opini: lebih baik media mengurangi meliput tentang Timnas dan PSSI. Perbanyak liput olahraga yang lain. Ini jelas sulit. Sepakbola dimanapun akan selalu menjadi media darling.

Pemain yang ganti model rambut pun bisa dijadikan berita. Walau memang, peran media bisa menjadi  pressure bagi tim dan pemain.

Banyak yang harus dibenahi jika ingin Timnas berprestasi. Masalahnya, apakah mereka mau memperbaiki diri atau tidak. Jika tidak, bersiaplah kembali mendengar kata ajaib ‘pernah'.