Sepakan

Lenyapnya Syamsir Alam Cs & CS Vise

410
Syamsir Alam Dan VC Vise

TIMNAS.CO – Niat Nirwan Bakrie memboyong berapa pemain Indonesia jebolan SAD Uruguay ke klub yang baru saja diambil alih olehnya, , mungkin baik. Tujuan komersil, jelas. Sponsor, penjualan jersey.

Bahkan ketika diambil alih oleh Nirwan Bakrie, pertandingan CS Vise disiarkan langsung di stasiun televisi swasta nasional yang masih milik keluarganya.

Namun lebih dari itu, mungkin niat Nirwan Bakrie memboyong , Alfin Tuasalamony, Yandi Sofyan, dan Yericho Christiantoko ke klub yang baru saja diakuisisinya, semata-mata adalah untuk memajukan sepak bola Indonesia.

Terlebih lagi, kiprah Bakrie bersama klub Pelita Jaya, boleh dibilang cemerlang.

Pelita Jaya menjadi klub yang disegani di kompetisi Galatama bahkan saat Galatama dan Perserikatan dilebur menjadi satu, Pelita Jaya tetap menjadi klub papan atas Indonesia.

Pecinta Indonesia tentu saja antusias dengan proyek ini. Meski beberapa ada yang berpendapat kenapa para pemain tersebut tidak dikirimkan saja ke Brisbane Roar?

klub yang juga diakuisisi oleh Bakrie tersebut berkompetisi idi A-League, kompetisi teratas sepakbola Australia. Secara geografis pun, Australia lebih dekat dengan Indonesia dan di bawah naungan AFC.

Namun tetap saja, gairah pecinta sepakbola tanah air menggelegak. Mereka tidak sabar menyaksikan kiprah Syamsir Alam cs di Eropa.

Syamsir Alam memang menjadi pemain yang menjadi sorotan saat itu. Saat masih belia, Syamsir sudah menjajal kemampuannya di Belanda.

Tapi apa daya, kebutuhan taktik CS Vise saat itu yang dilatih oleh Loris Dominissini asal Italia, Syamsir lebih kerap duduk di bangku cadangan. Dominissini lebih sering memainkan Yandi Sofyan dan Alfin Tuasalamony.

Parahnya, di musim berikutnya, Syamsir lebih menghangatkan bangku cadangan, hingga akhirnya dipinjamkan ke klub MLS, DC United yang uniknya saat itu juga baru saja diakuisisi oleh taipan Indonesia, Erick Thohir, yang juga kawan dekat Bakrie.

Kiprah Syamsir di MLS ternyata berbanding lurus dengan kiprah rekan-rekannya yang dia tinggalkan di Belgia.

Syamsir jarang mendapatkan kesempatan bermain. Semenatara di CS Vise, praktis hanya Alfin saja yang sering turun semenjak klub ditangani oleh Manuele Domenicali.

CS Vise semakin terpuruk di Divisi Dua Belgia dan akhirnya turun kasta ke Divisi Tiga. Parahnya lagi, CS Vise akhirnya bangkrut.

Syamsir, Alfin, Yandi, dan Yericho mengakhiri petualangannya. Ilmu yang mereka dapat di luar negeri ternyata tidak berhasil memoles mereka menjadi pemain hebat.

Yandi Sofyan yang sempat dipinjamkan ke Brisbane Roar, karir sepakbolanya di tanah air tak begitu bersinar.

Tercatat, Yandi paling banyak tampil bersama Bali United selama musim 2017-2018 sebanyak 21 kali. Selebihnya, rata-rata Yandi hanya tampil 10 kali bersama klub yang pernah dibelanya.

Nasib Yericho setali tiga uang. Gaya mainnya yang pernah disamakan dengan bek legendaris Brasil, Roberto Carlos, lebih sering berganti klub dengan status pinjaman.

Nasib Syamsir Alam jauh lebih tragis. Syamsir lebih sering tampil di televisi sebagai penghibur ketimbang pesepakbola.

Alfin Tuasalamony boleh dibilang punya karir yang lumayan selepas dari CS Vise. Meski boleh dibilang tak begitu bagus-bagus amat, Alfin menjadi pemain inti saat membela Persebaya dan Arema.

Alfin juga setidaknya sudah pernah membela Timnas senior meski hanya mengoleksi 2 caps. Jika dibandingkan dengan 3 rekannya di CS Vise yang belum pernah sekalipun merasakan tampil bersama Timnas senior.

Kadang muncul pertanyaan, mengapa cukup banyak pemain muda Indonesia yang mendapat kesempatan bermain di luar negeri, namun pada akhirnya, jalan menurun yang didapat.

Apakah karena faktor cuaca, makanan, kebutuhan tim, gaya main. Tapi lebih dari itu, faktor mental lebih berperan.

Lebih sering duduk di bangku cadangan juga bukanlah kiamat.

Dari bangku cadangan, pemain justru lebih leluasa menganalisis pertandingan. Menambah ilmu ke otak bukan hanya ke fisik saja. Mari berharap agar masa depan sepakbola Indonesia lebih cerah.

Exit mobile version