TIMNAS.CO – Perancis beruntung memiliki generasi emas yang berhasil membawa tim nasional mereka menjadi juara Piala Dunia 1998, melewati banyak predikisi yang saat itu lebih menjagokan Brasil sebagai juara.
Dari banyak pemain, ada dua pemain yang berperan besar dalam mengangkat prestasi Tim Ayam Jantan: Zinedine Zidane dan Youri Djorkaeff.
Zidane, dikenal sebagai salah satu pemain sepak bola paling teknis dan elegan dalam sejarah.
Sementara Djorkaeff, punya kecepatan dribbling bola di atas rata-rata, dan pandai mencari posisi.
Medio 90an, Timnas Indonesia juga punya Zidane dan Djorkaeff: Fachri Husaini dan Ansyari Lubis.
Fakhri Husaini dan Ansyari Lubis sama-sama berposisi sebagai gelandang. Keduanya mampu melepaskan umpan akurat dan membongkar pertahanan.
Namun, secara teknis Fakhri Husaini jauh mengungguli Ansyari Lubis. Gaya main Fakhri sangat elegan. Hampir sama seperti Zidane.
Sementara Ansyari Lubis, punya naluri lebih menyerang. Gocekan bolanya pun jauh lebih aduhai dibanding Fachri Husaini.
Salah satu bukti shahihnya adalah golnya ke gawang Myanmar pada Piala AFF 1996 di Singapura. Ansyari dengan lihai menggocek bola melewati beberapa pemain Myanmar.
Gaya bermainnya mirip dengan Djorkaeff. Salah satu lagi kemiripan mereka adalah Djorkaeff dan Ansyari Lubis mampu melesakan gol dari jarak jauh.
Djorkaeff datang ke Inter Milan dari PSG sebagai bagian dari proyek ambisius presiden Inter saat itu, Massimo Moratti. Pun dengan Ansyari Lubis. Ansyari Lubis didatangkan Pelita Jaya dari klub Medan Jaya dengan rekor transfer saat itu.
Sampai saat ini, Zidane belum tergantikan di timnas Prancis. Sama dengan Fakhri Husaini. Di Indonesia, kemampuan Fakhri terbilang sangat langka.
Bersama Fakhri Husaini dan Ansyari Lubis, lini tengah Timnas kita saat itu boleh dibilang yang terbaik.
Sayangnya, Fakhri Husaini dan Ansyari Lubis belum pernah mempersembahkan gelar bagi Timnas. Namun mereka adalah 2 sosok sentral lini tengah timnas yang sampai saat ini masih yang terbaik.
Namun soal prestasi di klub, Ansyari Lubis lebih beruntung ketimbang Fakhri Husaini. Sebuah perbandingan yang terbalik sebab, Zidane lebih sukses di klub dibanding Djorkaeff.
Ansyari Lubis berhasil membawa Pelita Jaya menjuarai Galatama pada musim 1993-1994 bersama Pelita Jaya sekaligus.
Sebenarnya, Fakhri Husaini dan Ansyari Lubis nyaris meraih medali emas Sea Games 1991.
Sayangnya, mereka memilih kabur dari pemusatan latihan karena tidak sanggup mengikuti latihan keras yang diberikan pelatih Timnas saat itu, Anatoli Polosin.
Sampai saat ini, publik masih menantikan hadirnya sosok gelandang kreatif macam Fakhri Husaini dan Ansyari Lubis.
Yang lebih disiplin lagi tentunya.