Sepakan

Indonesia dan Yugoslavia: Mesra Dalam Politik, Mesra Dalam Sepakbola

39
×

<strong>Indonesia dan Yugoslavia: Mesra Dalam Politik, Mesra Dalam Sepakbola</strong>

Sebarkan artikel ini
sepakbola indonesia dan yugoslavia
arsip nasional

TIMNAS.CO – Saya pernah mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan kuliah di ibukota Serbia, Beograd. Indonesia dan Serbia punya hubungan yang sangat erat. Kedua negara menjalin kerjasama dalam bidang politik, sosial, budaya, dan tentu saja ekonomi.

Dan sebagai bagian dari diaspora di sana selama 3 tahun, kerjasama ekonomi dengan mendirikan pabrik mie instan kegemaran masyarakat Indonesia di sana adalah hal yang paling saya syukuri dan nikmati secara langsung.

Hubungan erat kedua negara berlangsung sejak lama. Serbia adalah bagian dari Federasi Yugoslavia yang dibentuk oleh Sang Marshall, Josip Tito.

Bersama kelompok Partizan yang berhaluan komunis, Tito berjuang membebaskan Balkan dari tangan Nazi Jerman yang mendirikan negara boneka Kroasia yang dipimpin oleh Ante Pavelic, pentolan kelompok Fasis, Ustasa. Tito akhirnya berhasil menyatukan Balkan dan mendirikan Yugoslavia. 

Tito kemudian bersahabat dengan Presiden Indonesia, Soekarno. Mereka lantas menggagas Gerakan Non Blok. 

Sama-sama memiliki penduduk yang multi etnis dan agama, Hubungan Indonesia dengan Yugoslavia semakin mesra karena sepakbola.

Tak dapat disangkal, peran Yugoslavia dalam menjadikan Timnas Indonesia saat itu menjadi salah satu kekuatan sepakbola Indonesia sangat besar.

Selain memang berisikan pemain hebat macam Ramang dan Maulwi Saelan, sosok penting dibalik suksesnya Timnas saat itu adalah Antun Pogacnik, pelatih Timnas asal Yugoslavia.

Maladi, ketua umum PSSI pada masa itu berambisi untuk mengangkat prestasi Timnas. Ditunjuklah Pogacnik sebagai pelatih. Penunjukan Pogacnik langsung mendapat dukungan dari Soekarno dan Tito. 

Selama di Indonesia, Pogacnik tinggal di Jalan Guntur, dekat dengan Rumah Tahanan Militer di Manggarai.

Menurut pengakuan dari Firman Lubis, Guru Besar FKUI, dalam memoar-nya yang berjudul Jakarta 50-an, Pogacnik menempati rumah yang berada tepat di samping rumah Firman Lubis.

Pogacnik dalam melatih Timnas, memakai filosofi dari pelatih legendaris Hungaria, Gustav Sebes. Gustav Sebes menekankan bahwa dalam bermain sepakbola, fisik dan otak harus seimbang. Hasilnya, Indonesia berhasil meraih medali perunggu dalam ajang Asian Games 1958 di Tokyo.

Timnas sebenarnya berpeluang besar meraih emas pada Asian Games 1962. Apalagi saat itu Indonesia sebagai tuan rumah.

Sayang persiapan matang Pogacnik harus berantakan gara-gara skandal suap. Banyak pemain Timnas yang terlibat sehingga harus dicoret dari skuat. Timnas gagal total di Asian Games 1962. Pogacnik lalu mengundurkan diri.

Setelah Pogacnik, baru pada tahun 1992, Timnas punya pelatih asal Yugoslavia lagi. Ialah Ivan Toplak yang sebagai pemain pernah membawa klub Red Star Belgrade juara liga sebanyak 4 kali.

Pada Olimpiade 1984, sebagai pelatih Toplak berhasil mempersembahkan medali perunggu untuk Yugoslavia. Dengan prestasi mentereng itu, PSSI tak segan memberikan bayaran besar bagi Toplak untuk melatih Timnas.

Sayang Toplak datang pada saat yang tak tepat. Indonesia masih mengalami euforia setelah berhasil meraih emas pada Sea Games 1991 bersama Anatoli Polosin. Sehingga banyak yang membandingkan dia dengan pelatih asal Uni Soviet tersebut. Toplak gagal total.

Pemain dan pelatih Yugoslavia juga ramai menghiasi kompetisi lokal tanah air. Bahkan Yugoslavia adalah penyumbang pemain terbanyak dari Eropa untuk klub tanah air, terutama klub dari Galatama yang memang punya dana melimpah. Yang paling beken ada nama Dejan Glusevic.

Dejan berhasil mengantarkan Bandung Raya meraih juara liga musim 1995-1996 sekaligus menjadi pencetak gol terbanyak musim itu. 

Di era sekarang, ada Ilija Spasojevic. Spaso, yang pernah membela Yugoslavia di level junior, kini menjadi andalan Timnas dan Bali United.

Yugoslavia dan Indonesia sama-sama pernah menjadi kekuatan sepakbola masing-masing. Namun kini tinggal menjadi kenangan. Bahkan Yugoslavia sendiri juga sudah menjadi kenangan karena mengalami disolusi.

Ngomong-ngomong, Stadion Partizan markas klub raksasa Partizan Belgrade bentukan lawan politik Tito letaknya persis di seberang KBRI Beograd.