SCROLL UNTUK MEMBACA ARTIKEL
Sepakan

Film Buaye Gile dan Budaya Tarkam Di Sepakbola Indonesia

99
×

Film Buaye Gile dan Budaya Tarkam Di Sepakbola Indonesia

Sebarkan artikel ini
Film Buaye Gile dan Budaya Tarkam Sepakbola Indonesia
dok Buaye GIle

TIMNAS.CO – Ada cukup banyak juga film Indonesia yang bertemakan sepakbola. Namun sebagian menurut saya terlalu cliche dan mengejar mimpi yang terlalu muluk. Yah, namanya juga film. Ada pandangan soal selera juga.

Gara-gara Bola adalah salah satu film sepakbola dengan genre komedi. Bercerita tentang dua sahabat, Ahmad dan Heru yang terlibat hutang judi bola.

Untuk melunasi hutang tersebut mereka menyusun rencana untuk merampok warung bakmi milik ayah Heru.

Film ini sangat cocok bagi yang ingin tertawa lepas. Plus, ada bonus di akhir film yang menurut saya lebih bagus daripada semua after credit film-film keluaran Marvel Studio.

Tapi kalau ditanya yang paling kocak dan paling menggambarkan kondisi sepakbola masyarakat Indonesia, cuma baru ada satu filmnya. Judulnya Buaye Gile.

Film komedi yang dibintangi Benyamin S ini memang tidak secara khusus membahas sepakbola. Namun ada adegan pertandingan antar kampung (tarkam) yang digelar saat perayaan kemerdekaan Indonesia.

Dikisahkan, Benyamin saat itu memperkuat tim top kampung bernama PS Apes. PS Apes harus berhadapan dengan PS Dongkrak yang juga klub top kelas kampung.

Tujuan utama Benyamin memenangkan pertandingan bukan soal hadiah yang disediakan, tapi demi memikat hati gadis idaman nya yang diperankan oleh Ida Royani.

Adegan pertandingan antara PS Apes vs PS Dongkrak memang hanya berdurasi 4 menit di film Buaye Gile. Namun banyak sekali adegan kocak. Benyamin berusaha melakukan berbagai cara demi memenangkan pertandingan. Benyamin sendiri sangat gila bola.

Tarkam adalah bukti bahwa sepak bola sudah mendarah daging di Indonesia. Bahkan sebelum kemerdekaan, pertandingan antar kampung sudah dilangsungkan.

Hadiahnya bisa bermacam-macam. Saya pernah menyaksikan turnamen tarkam di sudut Jakarta Utara. Nama turnamennya adalah Kambing Cup. Karena hadiah utamanya adalah seekor kambing. Tapi biasanya hadiah tarkam lebih banyak berupa uang.

Tarkam ada yang kocak, namun tak jarang juga banyak yang serius. Komentator juga suka sembarangan saja menyebut pemain.

Saya ingat saat menonton Kambing Cup, ada perkelahian antar pemain. Dan komentatornya dengan santai berujar: “Yak sekarang kita menyaksikan pertandingan kungfu”

Tak jarang tarkam juga jadi penyulut tawuran antar warga. Harga diri kampung biasanya dipertaruhkan di tarkam. Tak jarang, tarkam juga jadi ajang judi. Ujung-ujungnya, terjadi tindak kriminalitas.

Tapi tarkam tidak selalu negatif. Bahkan berkat tarkam, konflik antar agama di Maluku dapat teredam. Tarkam juga menjadi ajang silaturahmi antar warga. Saat ada tarkam, biasanya banyak juga pedagang kecil yang berjualan. Roda ekonomi pun berputar.

Tarkam juga menjadi ajang pemain profesional mencari tambahan uang. Apalagi saat kompetisi dihentikan, banyak pemain pro yang meramaikan pertandingan tarkam.

Teman saya pernah mengurus pembayaran beberapa pemain dari Afrika saat mengadakan turnamen tarkam di Cijantung, Jakarta Timur. Dia dipanggil “Bos” oleh pemain-pemain tersebut. Padahal dia cuma mengurus saja. Uangnya bukan dari dia.

Saya sendiri pernah terlibat turnamen ala tarkam tersebut sewaktu kuliah di Jawa Tengah. Bukan antar kampung, tapi antar kos dalam rangka memeriahkan HUT RI. Hadiahnya dua ekor ayam hidup. Sementara juara kedua dapat satu ekor ayam hidup.

Kami berhasil maju ke semifinal. Ayam sudah di depan mata. Tapi terjadi kejadian yang membuat kami merasa dicurangi. Kami ngambek tak mau melanjutkan pertandingan. Sampai akhirnya kami dibujuk panitia. Pertandingan dilanjutkan langsung ke adu penalti. Kami kalah, ayam pun terbang.

Tarkam adalah bukti nyata bagaimana masyarakat ini sungguh sangat mencintai sepakbola. Sepakbola bukan hanya sekedar olahraga. Tapi ajang pertaruhan gengsi serta silaturahmi.

Panjang umur !