The English invented it, the Brazilians perfected it
Sebuah idiom yang sering digunakan untuk mengungkapkan bagaimana hebatnya orang Brasil dalam bermain sepak bola.
Sama seperti di Indonesia, sepak bola dibawa oleh orang Eropa ke tanah Brasil. Bedanya, sepak bola dibawa ke Brasil oleh para imigran dari Skotlandia dan Inggris yang bekerja sebagai buruh rel kereta api atau perkebunan.
Sepak bola kemudian menjadi sarana pelepas penat akan kesibukan bekerja serta kemiskinan hidup.
Layaknya musik jazz yang dikembangkan oleh para pekerja kasar Afro-American di Amerika Serikat, sepak bola kemudian dikembangkan dengan indahnya oleh masyarakat Brasil. Atau lebih tepatnya, menyempurnakan.
Lima trofi Piala Dunia, sembilan trofi Copa America, serta empat trofi Piala Konfederasi adalah bukti shahih kehebatan satu-satunya negara di kawasan Amerika Selatan yang berbahasa Portugis ini.
Stok pesepakbola profesional asal Brasil melimpah ruah. Bagaikan lautan manusia yang memadati karnaval di Rio de Janeiro.
Mulai dari yang kelas dunia, Grade A, Grade B, Grade C, Grade D, hingga KW Super tersedia dan menyebar di berbagai belahan dunia.
Harga pemain Brasil cenderung tidak begitu mahal. Bahkan untuk yang Grade A saja harganya bisa lebih murah ketimbang pemain muda Inggris yang overrated dan overpriced.
Selain itu, pemain Brasil gampang beradaptasi di kompetisi manapun. Banyak yang punya persepsi jika pemain Brasil adalah pemalas. Hobinya pesta, tidak tahan cuaca dingin, dan lain-lain.
Namun hal tersebut pernah dibantah oleh Sir Alex Ferguson. Pelatih legendaris Manchester United ini memuji bagaimana giatnya si kembar Rafael dan Fabio da Silva saat berlatih. Pemain Brasil tahu kapan serius dan kapan santai.
Meski memang dalam beberapa kasus banyak pemain Brasil yang jadi ngaco. Kebanyakan karena ulahnya sendiri.
Di Indonesia, pemain Brasil yang datang tentunya bukan yang Grade A, Grade B, apalagi kelas dunia. Bisa mendapatkan pemain Brasil Grade C saja sudah luar biasa.
