Indonesia pernah mempunyai seorang striker handal di awal tahun 2000-an bernama Ilham Jayakesuma. Ia membentuk trisula maut bersama Boaz Solossa dan Elie Aiboy pada ajang Piala Tiger (kini Piala AFF) 2004.
Dalam sebuah sesi wawancara di acara Podcast, pemain asal Sumatera Selatan ini mengaku butuh waktu yang cukup lama untuk dapat berkostum timnas Indonesia.
Mengawali karir profesional dari Persita Tangerang sejak tahun 1996, Ilham membentuk duet maut bersama dengan Zaenal Arif pada masa itu.
Meski begitu, ia tidak juga kunjung dipanggil masuk ke timnas Indonesia. Kesempatan itu baru ia dapatkan ketika timnas Indonesia dipimpin oleh Peter Withe dalam ajang Piala Tiger 2004.
Ilham mengemukakan, ia sempat mendapatkan panggilan ke timnas Indonesia pada ajang Pra Olimpiade 2002 dan Pra Piala Asia 2004. Namun, ia merasa sadar diri karena saat itu timnas Indonesia masih diisi para penyerang legendaris.
“Di tim itu masih ada Widodo Cahyono Putro, Rochi Putiray, dan Ronny Wabia. Makanya, saya sih pesimis bakalan dipanggil ke tim,” ungkap Ilham.
Ilham bahkan mengaku pernah enggan untuk mengikuti pemusatan latihan (training center) dari PSSI. Pasalnya, ia mengetahui pada akhirnya siapa saja yang akan masuk ke dalam timnas.
“Ketika itu, saya tampaknya memang bukanlah striker yang diinginkan oleh pelatih. Ini terbukti ketika ganti pelatih, saya akhirnya bisa masuk ke timnas,” ujarnya.
Meski begitu, Ilham mengaku tidak berkecil hati. Ia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk masuk dalam skuad timnas Indonesia pada ajang Piala Tiger 2004.
Dalam ajang inilah, Ilham membuktikan kualitasnya sebagai striker andalan timnas Indonesia dengan raihan 7 gol. Meski begitu, Indonesia tetap gagal untuk menjadi juara setelah kalah dari Singapura dengan agregat 5-2.
Meski mencetak banyak gol, namun Ilham mengakui jika hal itu terjadi karena adanya dukungan dari kedua sisi sayap yang diisi Boaz Solossa dan Elie Aiboy.
“Saya sebenarnya cuma penempatan posisi aja, itu kebanyakan terjadi karena akselerasi Boaz dan Aiboy. Lalu juga ada umpan dari Firman dan Ponaryo, saya jadi eksekutor aja sebenarnya,” tutupnya.