Analisis

Regulasi Kepemilikan Klub: Perbandingan Liga Inggris dan Liga Indonesia

225

Salah satu contoh kasus adalah masalah kepemilikan Persis Solo, RANS Nusantara, PSS Sleman, Bali United, Persib Bandung, dan Dewa United yang bermuara pada satu nama. Nama tersebut mungkin sudah banyak yang tahu siapa orangnya, yakni Ketua Umum saat ini.

Melalui beberapa anak perusahaan, klub-klub tersebut diakuisisi sahamnya. Meski sebagian bukan saham mayoritas, tapi rasanya janggal. 

Dalam Statuta PSSI Pasal 19 Poin 3, jelas-jelas tertulis larangan satu pihak untuk mengontrol lebih dari satu klub.

Sayangnya PSSI sendiri terus membiarkan masalah ini. Regulasi yang dijalankan sangat buruk. Yang penting klub tersebut laku tanpa menunggu status  pailit.

Belum lagi masalah konflik kepentingan dalam tubuh PSSI. Seperti yang diketahui, Komite Eksekutif PSSI banyak diisi oleh para pemegang saham mayoritas klub. Jangankan Exco, Ketua Umumnya saja begitu. Belum lagi Direktur Utama PT LIB yang juga merupakan pemilik saham klub

Hasilnya jadi begitu-begitu saja. Sulit untuk keluar dari lingkaran setan seperti ini.

Ditambah adanya kepentingan politik. Bukan rahasia lagi jika ada klub yang dimiliki oleh pemimpin daerah kemudian menjanjikan ini itu untuk klub. Namun setelah gagal, klub tersebut dibiarkan terlantar. Tidak ada sama sekali rasa menghargai sejarah klub tersebut.

Jika begini, bagaimana bisa menjadi suatu industri.

Exit mobile version