Analisis

Hari Anak Nasional 2023: Sudahkah Lingkungan Sepak Bola Aman Bagi Anak-anak?

1112
×

Hari Anak Nasional 2023: Sudahkah Lingkungan Sepak Bola Aman Bagi Anak-anak?

Sebarkan artikel ini
Selamat hari anak nasional

Setiap tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. 

Ide untuk memperingati Hari Anak Nasional ini terjadi pada 1984 saat Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto, menilai jika anak-anak merupakan aset kemajuan bangsa.

Maka, berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 44 tahun 1984, setiap tanggal 23 Juli, diperingati sebagai Hari Anak Nasional.

Hari Anak Nasional ada kalanya pada zamannya dilangsungkan dengan megah dan meriah. Bagi Pak Harto, Hari Anak Nasional merupakan hari yang penting.

Mungkin ini ada hubungannya dengan kehidupan masa kecil Pak Harto yang boleh dibilang prihatin.

Selain itu tentunya tujuan utama memperingati Hari Anak Nasional adalah mewujudkan Indonesia sebagai negara ramah anak?

Namun benarkah demikian?

Mari kita lihat dari sisi sepak bola.

Menjadi pemain sepak bola yang handal tentunya menjadi cita-cita bagi sebagian anak di Indonesia. Tidak terkecuali putra, putri pun juga ada yang punya cita-cita yang sama. 

Sayangnya, sering terjadi diskriminasi di tempat latihan. Karena masih jarang Sekolah Sepak Bola khusus Putri, anak-anak putri harus berlatih dengan anak-anak putra.

Dan biasanya banyak pelatih yang setengah hati melatih anak-anak putri ini. 

Jangankan di Sekolah Sepak Bola, di sekolah saja sudah sering ada diskriminasi. Anak laki-laki main bola, anak perempuan main kasti atau senam. Pokoknya sepak bola adalah olahraga laki-laki. Titik.

Belum lagi ada pengaruh dari orang tua. Jangankan jadi pemain profesional, sekedar hobi saja sudah dilarang.

Tapi bukan berarti anak laki-laki bisa gampang mewujudkan cita-citanya.

Sekolah Sepak Bola sebenarnya sudah suatu kemewahan. Jangankan masuk SSB, sekedar membeli sepatu bola saja banyak yang tidak mampu.

Pola pelatihan pun juga banyak yang ngaco. Anak-anak ini juga dipaksa untuk latihan tidak sesuai dengan porsi umur mereka. Bahkan instruksi dari pelatih juga kadang tidak mencerminkan nilai sportivitas. 

Dan sama kasusnya dengan anak perempuan, banyak juga anak laki-laki yang terganjal cita-citanya karena keluarga tidak mengizinkan.